Friday 25 November 2011

Contoh Press Release

PERNYATAAN SIKAP TERHADAP PENGESAHAN UNDANG-UNDANG INTELIJEN NEGARA OLEH DPR

DPR  SANGAT TELEDOR MENGESAHKAN UU INTELIJEN NEGARA

Tepatnya tanggal 11 Oktober 2011 DPR telah mengesahkan Undang-Undang Intelijen melalui sidang paripurna. Meski sudah banyak mengalami perubahan dari naskah aslinya,namun Undang-Undang tersebut sebenarnya masih jauh dari kata layak dan sempurna. Layak dan sempurna disini maksudnya layak dan sempurna dari segi pandang semua kalangan,baik pemerintah,maupun masyarakat guna kelancaran pengurusan negara. Undang-Undang tersebut nyatanya  masih memuat banyak aturan-aturan dan pasal-pasal yang masih multitafsir alias pasal karet dan masih perlu dikaji dan direvisi lebih lanjut. Hal tersebut membawa kontroversi dan kekhawatiran publik akan wewenang badan terkait jika Undang-Undang tersebut benar-benar disahkan dan diberlakukan. 

Pertama, RUU Intelijen tidak mengatur secara rinci tentang kategori rahasia intelijen yang menjadi bagian dari rahasia negara (Pasal 25 – Pasal 26  junto Pasal 44 – Pasal 45). Tidak adanya kategori yang rinci tentang rahasia intelijen seperti dalam frase “membahayakan ketahanan dan keamanan Negara” ,”mengungkapkan kekayaan alam Indonesia” dan seterusnya yang menjadi rahasia negara,yang berpotensi untuk ditafsirkan secara luas dan sepihak oleh pihak penguasa dan mengancam kebebasan informasi dan kebebasan pers.


Kedua, RUU Intelijen juga belum mengatur mengenai mekanisme komplain oleh agen intelijen kepada komisi intelijen parlemen secara tertutup apabila terdapat perintah dari atasan kepada agen intelijen yang secara nyata perintah itu bertentangan dengan HAM dan melawan hukum. Pengaturan mekanisme komplain ini menjadi penting untuk meminimalisasi terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh intelijen. RUU ini juga belum mengatur mengenai mekanisme kontrol terhadap Badan  Intelijen Negara itu sendiri. Padahal hal itu sangat penting guna menjaga akuntabilitas dan profesionalitas badan tersebut. UU Intelijen sangat rentan sekaligus erat kaitannya dengan urusan kebebasan sipil dan kebebasan serta hak masyarakat menerima informasi. Jadi seharusnya mekanisme kontrol terhadap BIN, dan sanksi bagi para anggotanya yang menyalahgunakan wewenang, perlu diatur dengan rinci.


Ketiga, UU Intelijen membolehkan BIN melakukan penyadapan atau menintersepsi komunikasi kepada orang yang dicurigai atau menjadi target operasi intelijen (Pasal 32) . Namun UU tersebut tidak mengatur lebih lanjut mekanisme penyadapan dan tidak mencantumkan bentuk pertanggungjawaban jika salah sadap. Wewenang ini juga rentan disalahgunakan penguasa guna memata-matai komunikasi rakyat demi kepentingan jabatan dan kekuasaan. Hal ini mengancam kaum aktivis dan kaum-kaum yang selama ini selalu kritis terhadap pemerintah.


Mungkin untuk masyarakat yang awam akan hukum,dampak dari pasal-pasal karet itu tidak langsung terasa dan disadari, tapi kita selaku agen pengubah bangsa wajib untuk mengkritisi hal tersebut. Kita wajib mengubah kebiasaan DPR dalam merancang dan mengesahkan suatu hukum. Hukum bukan mainan anak TK, hukum bukanlah kue yang bisa diperjualbelikan. Hukum juga bukan sekedar tulisan diatas kertas dengan kata-kata indah yang terlihat tegas. Tapi hukum adalah peraturan yang harus dijalankan. Sangat ironis dan menyedihkan jika hukum ini dibuat dengan asal-asalan, tanpa adanya pertimbangan yang matang dan juga mengesampingkan begitu saja aspirasi rakyat.


Masih ingatkah dengan kasus seorang nenek berumur 55 tahun yang benama Minah yang harus di-meja hijau-kan hanya karena mengambil tiga buah kakao (Banyumas,11/2009) yang kemudian dengan susahnya harus memperjuangkan hak dan perlindungan dari pemerintah. Apa Itu yang namanya HUKUM? Apa itu yang namanya KEADILAN? Atau masih ingatkah dengan kasus Prita Mulyasari yang juga harus mencoba dinginya jeruji besi hanya mencoba berbagi cerita dengan temannya melalui email namun dianggap melanggar peraturan. Kasus seperti ini tidak akan terjadi jika Undang-Undang ITE yang pada saat itu menjadi dasar hukum untuk menjerat Prita tidak MULTITAFSIR dan MEMUAT PASAL - PASAL KARET. Semua kasus-kasus tersebut sangat bertolak belakang dengan kasus Gayus Tambunan atau kasus Bank Century yang belum juga memberikan titik terang dan belum jelas ujungnya. Sebenarnya jika intelijen bekerja dengan efektif dan sungguh ,kasus seperti Gayus Tambunan, Century atau kasus yang lebih besar dari itu akan lebih cepat selesai dan lebih cepat menjadi terang benderang. Namun lihat sekarang, kasus tersebut menguap begitu saja tanpa adanya kejelasan sudah sampai mana kinerja institusi yang menanganinya ( Polri, Kejaksaan, KPK dan DPR tentunya ). Apakah hukum di Indonesia ini baknya seperti pisau, yang hanya tajam di bawah namun tumpul diatas? Apakah hukum di Indonesia ini takut terhadap kekuasaan tinggi namun sangat ganas jika berhadapan dengan rakyat kecil? Lalu masih bisakah hukum itu disebut “BUTA” dan disebut “ADIL”? dan sekarang DPR telah menambah satu lagi daftar hitam hukum di Indonesia  dengan mengesahkan satu Undang-Undang yang jelas-jelas banyak memuat pasal-pasal karet dan multitafsir. Sebuah undang-undang yang sangat rentan bergesekan dengan HAM. Apakah DPR Ingin Indonesia ini kembali ke zaman kelam Orde Baru dimana kebebasan pers dan berpendapat dibelenggu? apakah DPR ingin Indonesia kembali ke rezim yang represif itu?  


Dengan berbagai fakta dan pertimbangan di atas, maka kami atas nama seluruh mahasiswa Fisika UPI mewakili sebagian masyarakat menyatakan bahwa :


DPR SANGAT TELEDOR  telah MENGESAHKAN UNDANG-UNDANG INTELIJEN NEGARA yang nyatanya membuat keresahan publik dengan ketidakjelasan aturan yang dimuat didalamnya.


dan sekarang juga kami meminta agar SEGERA REVISI UNDANG-UNDANG TERSEBUT dan TUNDA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG TERSEBUT . 


Bandung, 27 Nopember 2011


Atas Nama Peserta LKM HMF FPMIPA UPI 2011


               

Monday 7 November 2011

Di Kavling 2 X 2


Di kavling 2x2

Anak itu menata takdirnya,
Bertahan di tengah tekanan nasib ,
Berjuang keluar tuk hidupkan hidupnya,
Tak banyak yang dia mau,
Hanya ingin menjadi lebih baik,
Takdir yang lebih baik

Di kavling 2 x 2
Anak itu sadar akan takdirnya,
harus berdiri disaat anak lain termanjakan materi,
harus terseok mengejar asa yang jauh tersebar,
terkekang oleh ketidakberdayaan,terkurung oleh ketidakmampuan
Tegar,mungkin nilai mutlak baginya,
Letih,bukan hal yang aneh untuknya,
Sengsara, sudah terlalu biasa sepertinya,
Iya, itulah dia,itulah takdirnya.

Di kavling 2 x 2
Anak itu tersenyum untuk takdirnya
Mencoba terus langkahkan kaki rapuhnya dengan tawa riang,
Walau hati panas memaki keadaan,
Walau perih menusuk,dan sakitpun membekuk,
Sungguh dia takkan gentar,dia takkan berhenti,
Karena dia tahu,
Takdir masih belum lebih baik untuknya,

Di kavling 2 x 2
Anak itu menangisi takdirnya,
Lemah bersimpuh di saat kegelapan membungkam,
Air matanya tumpah,dan hatinya berkeluh kesah,
Hanya untaian doa yang dapat menghiburnya,
Berharap Tuhan mendengar,
Berharap Tuhan mengabulkannya.

Di kavling 2 x 2
Anak itu memimpikan takdirnya
Sebuah takdir yang cerah dan biru penuh asa,
Sebuah takdir yang mampu menjaminnya
untuk membawanya keluar dari sana,
Dari kavling 2 x 2,

Di kavling 2 x 2
Anak itu percaya akan masa depan takdirnya
Untuk hari esok,
Atau hari-hari seusai esok,
Dia akan masuk ke dalam kavling lain,
Sebuah kavling yang besar dan nyaman,
Lebih dari kavling hari ini,
Kavling 2 x 2,
Iya,itulah masa depan takdirnya,
Takdir anak itu dan takdir kavling 2 x 2.